SABTU SUNYI
Malam itu,..ya malam itu…malam yang cukup melelahkan…
Seharian aku harus mengikuti Dia,
Bukan hanya aku, teman-temanku juga merasakan kelelahan
yang amat sangat..
Waktu Dia mengajak kami ke Taman itu…ah..kakiku sangat
pegal, otot-ototku sepertinya hendak lepas dan mata ini tidak dapat lagi
diperintah untuk tetap terbuka..
Tapi….
Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?
Kenapa aku tidak tetap siuman untuk melihat peristiwa
itu?...
Kalau saja aku tetap terjaga…. Aku dapat melihat dan
mencegah dia yang datang menyerahkan Guru…
Ah….kenapa aku ini?...
Sekarang… Guru tidak ada lagi…
Ah…aku malu…
Malam itu aku tidak dapat mencegah dia yang menyerahkan
Guru
Tapi.. bukankah aku mempunyai kesempatan yang lain untuk
membuktikan bahwa aku memang muridNya?
Saat seorang hamba perempuan mendekat dan bertanya bahwa
apakah aku salah seorang dari antara para murid….
Ah… aku menjadi gugup….Kenapa aku mengatakan tidak kepada
perempuan itu?
Dan kesempatan kedua datang, seorang datang menghampriku
dan bertanya dengan pertanyaan yang sama.
Ah….. tapi kenapa aku tidak menjawab dengan jujur? …Betapa
bodohnya aku..
Dan ketika orang-orang datang bertanya lagi dengan
pertanyaan yang sama, .…. Ah..aku
menjadi pengecut dan pecundang. Aku
bersumpah tidak mengenal Dia.
Kenapa aku begitu bodoh?....
Aku hanya mampu menatapNya dari jauh….
Cambuk itu…ya cambuk itu menghantam tubuhNya..
Erangan sakitNya kudengar ketika para algojo bergantian
memukulnya….
Dan….darah itu ,mulai bercucuran….mukaNya sudah tidak
jelas lagi tertutup cairan merah yang terus mengalir dari kepalaNya yang
tertusuk duri…
Dan……aku terus menangis manakala dalam kepayahanNya, Ia
harus memikul balok itu….
Dan…
Kenapa aku tidak berlari untuk menggantikan Simon Kirene
memikul balok-balok itu…..aaaaahhhh…..
Aku,..seorang yang dipercaya Guru untuk memimpin
jemaat,..memimpin teman-teman yang lain…dan Kunci Sorga itu kataNya akan
dipercayakan kepadaku…..Aaaahh….Aku malu, dengan semua itu. Aku tidak dapat melakukan apa-apa untuk Guru.
Masih jelas terbayang saat-saat susah bersama,… memberi
makan 5000 orang padahal perbekalan tidak cukup.. , Pengalaman di pantai saat perahu dihantam
gelombang,…Berjalan dari desa ke desa…, kadang menginap, kadang tidak….Ah…..Guru….
Masih jelas dalam ingatan disaat kami bersukacita bersama, melihat orang-orang antusias
mengikuti kami dari belakang…., Tertawa
bersama keluarga yang anggota keluarganya disembuhkan….., Memetik gandum
bersama…..Ah….wajah itu sungguh meneduhkan.
Memang, Guru sangat tegas dan keras, saat Dia mengatahkan kepadaku, “Enyahlah
Iblis…”
Tapi…tidak terlukiskan kerendahan dan kelembutanNya….
Ah……. Seandainya aku bisa memutar waktu….
Sekarang….
Dimana teman-teman yang lain…. Apakah juga mereka
sementara merenung seperti aku?
Bagaimana dengan mayatNya…?
Apakah aku harus ke kubur Yusuf Arimatea itu untuk melihat mayat
Guru?....
Oh…Jangan…. Hari ini hari Sabat….apa kata orang nanti….Aku
tidak boleh berjalan sejauh itu….
Berjalan sendirian ke kubur seperti seorang pencuri?....Oh…Tidak.
Dimanakah teman-teman?...
Ah…Baiklah kita bersama-sama memohon damai dari Dia ditengah kekalutan dan ketakutan ini…
Ah…Baiklah kita bersama-sama memohon damai dari Dia ditengah kekalutan dan ketakutan ini…
Bukankah Dia adalah Tuhan!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar