Khotbah, Renungan Kristen, Bacaan Alkitab, Artikel, Berita

Selasa, 17 April 2012

RESIKO MENGIKUT YESUS Bahan Bacaan: Matius 10:34-11:1


Mungkin kita banyak mendengar atau juga menyaksikan orang berkata, “Apabila anda mengikut Yesus maka anda akan senang” atau “Pilih Yesus maka usaha, karir dan pekerjaan anda akan sukses dan berkat melimpah ruah”.  Atau pula, “Percaya saja kepada Yesus maka tidak akan ada lagi pergumulan dalam hidupmu melainkan sukacita, keberhasilan dan kesuksesan”.
Bahkan ada semacam  “doktrin” yang berkata, “Orang Kristen yang bersedih berarti bukan orang Kristen”; “Hidup Orang Kristen adalah nyanyian gembira dan tari-tarian”. Bahkan ada yang berkata, “Tuhan itu kaya oleh karena itu mana mungkin orang Kristen harus hidup miskin”. Wah makin membingungkan saja. Pendek kata, bila menjadi pengikut Kristus (Orang Kristen), itu berarti senang, gembira dan sukaria dalam hidup ini. Apakah demikian?
Kontras dengan hal itu, justru Yesus menasehatkan kepada para murid bahwa, oleh karena Dia para murid akan berhadapan dengan bahaya, mereka bisa saja digiring oleh para penguasa. Mereka bisa saja disesah, dibenci, dianiaya bahkan dibunuh. Dengan kata lain, hal mengikut Yesus adalah menjalani kehidupan yang sarat dengan tantangan dan pergumulan. Itulah yang disampaikan Yesus dalam Matius 10:16-33. Dan bagaimana pula yang dituturkan oleh Penginjil Matius dalam Pasal 10:34-11:1 ini?
Bagian ini merupakan bagian nasehat yang disampaikan Yesus kepada para murid. Dimana para murid ditegaskan kembali  bahwa konsekuensi  menjadi pengikut Yesus tidaklah mudah. Mengapa? . Mereka akan terpisah dengan keluarga mereka sendiri;  Ayah, Ibu, Anak, Menantu dan Mertua (Pasal 10:35). Kondisi ini mungkin konsekuensi yang berat yang bakal diterima oleh para murid ketika mengikut Yesus, mengingat para murid yang adalah orang Yahudi sangat menyanjung tinggi hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Keberadaan  Keluarga merupakan salah satu identitas dan jatidiri orang Yahudi, yang dengannya berpengaruh pada status dan hubungan social. Hal ini berakar kuat dan tidak begitu mudah untuk dilepaskan.
Bagi orang Yahudi, hidup terpisah dengan keluarga itu berarti memutuskan hubungan saudara dan bisa saja garis keturunan. Itu berarti pula Pengasingan. Pengasingan sama dengan penderitaan. Itu berat. Kemudian lagi Yesus menambahkan, hal layak tidaknya seseorang menjadi pengikut Yesus, itu dilihat dari seberapa besar kasih orang itu kepada Tuhan dibandingkan kasih orang itu terhadap orang tuanya (Ayat 37). Lagi-lagi para murid harus berbenturan dengan apa yang diutamakan oleh orang Yahudi dalam ikatan kekeluargaan yaitu sikap hormat dan mengasihi orang tua adalah perbuatan yang sangat mengharagai Hukum Tuhan (Bnd. Hukum ke 5 dalam Keluaran 20:12).
Dan lagi, tentang kelayakan mengikut Dia Yesus berkata, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiku”. Memanggul salib itu sama dengan menerima resiko yang sangat berat baik secara fisik maupun psikis. Salib bagi orang Yahudi adalah tanda kehinaan, Penghukuman, kutukan dan itu berarti penderitaan yang amat sangat.
Sampai disini kita mendapati ternyata mengikut Yesus bukanlah perkara yang mudah seperti kita membalikkan telapak tangan. Menjadi orang percaya dan menyebut diri sebagai pengikut Kristus bukanlah persoalan yang gampang.
Kita bisa membayangkan apa yang mungkin ada di benak para murid. Mereka berpikir dengan menjadi murid dan pengikut Yesus mereka bisa menikmati apa yang mereka harapkan selama ini. Suatu harapan yang selama ini terpendam di zaman itu yaitu Pengharapan Kerajaan Mesianik. Pengharapan dalam mana akan terwujudnya suatu kerajaan damai yang diperintah oleh seorang keturunan Raja Daud yang dengannya dapat membebaskan dan memulihkan keadaan orang-orang Yahudi dari penjajahan dan kekuasaan Romawi. Yesus dipahami sebagai Mesias yang akan mengembalikan kejayaan kerajaan Israel seperti pada zaman Raja Daud. Dengan demikian pikir mereka, para pengikut Yesus akan secara otomatis menjadi orang-orang terdekatNya dalam pemerintahan dan hidup tenang, senang dan damai akan menjadi milik mereka. Ternyata suatu harapan yang bertolak belakang dengan kenyataan ketika bersama dengan Yesus.
Seperti para murid, kitapun kadang-kadang berpikir bahwa asal mengikut Yesus berarti senang, tenang dan aman. Tidak adalah masalah, tidak ada pergumulan, tidak ada penderitaan dan sebagainya. Rupanya kita keliru.
Menjadi pengikut Yesus justru mempunyai konsekuensi dan resiko yang berat dan besar. Hidup bersama dan mengikut Yesus ternyata tidak seperti berjalan di jalan yang mulus dan tandas tetapi justru seperti berjalan di jalan yang berbatu tajam, terjal, curam dan bergunung-gunung. Jalan yang melelahkan dan bisa saja membosankan. Bukankah kita lebih suka berjalan dijalan yang mulus tanpa berbatu?.
Mengikut Yesus ternyata resiko yang harus diambil adalah rela melepaskan keterikatan-keterikatan yang lama yang sepertinya membuat kita nyaman dan kini mengikatkan diri sepenuhnya kepada Yesus. Mengambil resiko ini tidaklah gampang manakala kita tidak siap untuk menerima kepahitan dan penderitaan.
Dan hal menantang lainnya yang dikatakan Yesus kepada para murid adalah ketika ia berkata, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiku”. Hal ini dimaksudkanNya bahwa komitmen dan kesungguhan untuk mengikut Dia melampau dari ikatan-ikatan yang kuat dan komitmen yang lain yang ada dalam hidup para murid. Disini bukan maksud Yesus agar orang tidak lagi menghormati orang tua, mengasihi saudara dan keluarga manakala mengikut Dia, tetapi Yesus mau membuka pengertian mereka bahwa apabila hubungan kekeluargaan itu adalah hubungan yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi, maka hal mengikut Yesus adalah lebih tinggi dari semua itu. Seperti itulah yang diingankan Yesus kepada kita manakala kita mau serius mengikut Dia.
Dari sini kita mendapati ternyata, hal mengikut Yesus penuh resiko. Berhadapan dengan pergumulan, penderitaan dan kepahitan hidup lainnya. Dan benar Yesus tidak pernah menjanjikan bahwa mengikut Dia, anda akan mengalami sukses besar, untung berlipat ganda dan tak ada tangisan.
Dari Firman Tuhan ini, kita juga mendapati bahwa menjadi pengikut Yesus ternyata membutuhkan kesungguhan, komitmen dan pengorbanan yang besar. Pengalaman sering menyaksikan kepada kita bagaimana kita sebagai orang Kristen kerap kali menyatakan kesungguhan dan komitmen mengikut Dia manakala kenyataan-kenyataan hidup  kita bersesuaian dengan apa yang kita harapkan. Dan ketika apa yang kita harapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, kita kecewa, menggerutu bahkan komitmen dan kesungguhan mengikut Dia menjadi kendor. Dengan kata lain, komitmen dan kesungguhan sebagai orang percaya sering bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi dan alami.
Firman Tuhan pula mengingatkan kita bahwa Komitmen yang kuat dan kesungguhan mengikut Yesus akan tercermin dalam  hidup orang percaya yang diwarnai dengan semangat mengasihi dan menghidupkan orang lain (Ayat 40-42). Ini berarti komitmen dan kesungguhan mengikut Yesus sekalipun beresiko harus pula berdampak dalam tindakan-tindakan dan karya yang menghidupkan. Dengan mengikut Yesus, pandangan kita bukan hanya tertuju pada kita dan bagaimana nasib kita tetapi juga diajak untuk memandang orang lain dan memikirkan nasibnya secara bersama.
Ternyata mengikut Yesus bukanlah hal yang mudah dan yang  selalu identik dengan kesenangan dan kegembiraan. Mengikut Yesus sangatlah beresiko namun itulah yang yang harus kita jalani. Menjalaninya dengan penuh syukur dalam kepastian “Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Matius 10:22).
Tuhan kiranya memampukan kita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar