Mungkin kita banyak mendengar
atau juga menyaksikan orang berkata, “Apabila anda mengikut Yesus maka anda
akan senang” atau “Pilih Yesus maka usaha, karir dan pekerjaan anda akan sukses
dan berkat melimpah ruah”. Atau pula, “Percaya
saja kepada Yesus maka tidak akan ada lagi pergumulan dalam hidupmu melainkan sukacita,
keberhasilan dan kesuksesan”.
Bahkan ada semacam “doktrin” yang berkata, “Orang Kristen yang
bersedih berarti bukan orang Kristen”; “Hidup Orang Kristen adalah nyanyian
gembira dan tari-tarian”. Bahkan ada yang berkata, “Tuhan itu kaya oleh karena
itu mana mungkin orang Kristen harus hidup miskin”. Wah makin membingungkan
saja. Pendek kata, bila menjadi pengikut Kristus (Orang Kristen), itu berarti
senang, gembira dan sukaria dalam hidup ini. Apakah demikian?
Kontras dengan hal itu, justru
Yesus menasehatkan kepada para murid bahwa, oleh karena Dia para murid akan
berhadapan dengan bahaya, mereka bisa saja digiring oleh para penguasa. Mereka
bisa saja disesah, dibenci, dianiaya bahkan dibunuh. Dengan kata lain, hal mengikut
Yesus adalah menjalani kehidupan yang sarat dengan tantangan dan pergumulan.
Itulah yang disampaikan Yesus dalam Matius 10:16-33. Dan bagaimana pula yang
dituturkan oleh Penginjil Matius dalam Pasal 10:34-11:1 ini?
Bagian ini merupakan bagian
nasehat yang disampaikan Yesus kepada para murid. Dimana para murid ditegaskan
kembali bahwa konsekuensi menjadi pengikut Yesus tidaklah mudah.
Mengapa? . Mereka akan terpisah dengan keluarga mereka sendiri; Ayah, Ibu, Anak, Menantu dan Mertua (Pasal
10:35). Kondisi ini mungkin konsekuensi yang berat yang bakal diterima oleh
para murid ketika mengikut Yesus, mengingat para murid yang adalah orang Yahudi
sangat menyanjung tinggi hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Keberadaan Keluarga merupakan salah satu identitas dan
jatidiri orang Yahudi, yang dengannya berpengaruh pada status dan hubungan social.
Hal ini berakar kuat dan tidak begitu mudah untuk dilepaskan.
Bagi orang Yahudi, hidup terpisah
dengan keluarga itu berarti memutuskan hubungan saudara dan bisa saja garis
keturunan. Itu berarti pula Pengasingan. Pengasingan sama dengan penderitaan.
Itu berat. Kemudian lagi Yesus menambahkan, hal layak tidaknya seseorang
menjadi pengikut Yesus, itu dilihat dari seberapa besar kasih orang itu kepada
Tuhan dibandingkan kasih orang itu terhadap orang tuanya (Ayat 37). Lagi-lagi
para murid harus berbenturan dengan apa yang diutamakan oleh orang Yahudi dalam
ikatan kekeluargaan yaitu sikap hormat dan mengasihi orang tua adalah perbuatan
yang sangat mengharagai Hukum Tuhan (Bnd. Hukum ke 5 dalam Keluaran 20:12).
Dan lagi, tentang kelayakan
mengikut Dia Yesus berkata, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut
Aku, ia tidak layak bagiku”. Memanggul salib itu sama dengan menerima resiko
yang sangat berat baik secara fisik maupun psikis. Salib bagi orang Yahudi
adalah tanda kehinaan, Penghukuman, kutukan dan itu berarti penderitaan yang
amat sangat.
Sampai disini kita mendapati
ternyata mengikut Yesus bukanlah perkara yang mudah seperti kita membalikkan
telapak tangan. Menjadi orang percaya dan menyebut diri sebagai pengikut
Kristus bukanlah persoalan yang gampang.
Kita bisa membayangkan apa yang
mungkin ada di benak para murid. Mereka berpikir dengan menjadi murid dan
pengikut Yesus mereka bisa menikmati apa yang mereka harapkan selama ini. Suatu
harapan yang selama ini terpendam di zaman itu yaitu Pengharapan Kerajaan
Mesianik. Pengharapan dalam mana akan terwujudnya suatu kerajaan damai yang
diperintah oleh seorang keturunan Raja Daud yang dengannya dapat membebaskan
dan memulihkan keadaan orang-orang Yahudi dari penjajahan dan kekuasaan Romawi.
Yesus dipahami sebagai Mesias yang akan mengembalikan kejayaan kerajaan Israel
seperti pada zaman Raja Daud. Dengan demikian pikir mereka, para pengikut Yesus
akan secara otomatis menjadi orang-orang terdekatNya dalam pemerintahan dan
hidup tenang, senang dan damai akan menjadi milik mereka. Ternyata suatu
harapan yang bertolak belakang dengan kenyataan ketika bersama dengan Yesus.
Seperti para murid, kitapun
kadang-kadang berpikir bahwa asal mengikut Yesus berarti senang, tenang dan
aman. Tidak adalah masalah, tidak ada pergumulan, tidak ada penderitaan dan
sebagainya. Rupanya kita keliru.
Menjadi pengikut Yesus justru
mempunyai konsekuensi dan resiko yang berat dan besar. Hidup bersama dan
mengikut Yesus ternyata tidak seperti berjalan di jalan yang mulus dan tandas
tetapi justru seperti berjalan di jalan yang berbatu tajam, terjal, curam dan
bergunung-gunung. Jalan yang melelahkan dan bisa saja membosankan. Bukankah
kita lebih suka berjalan dijalan yang mulus tanpa berbatu?.
Mengikut Yesus ternyata resiko
yang harus diambil adalah rela melepaskan keterikatan-keterikatan yang lama
yang sepertinya membuat kita nyaman dan kini mengikatkan diri sepenuhnya kepada
Yesus. Mengambil resiko ini tidaklah gampang manakala kita tidak siap untuk
menerima kepahitan dan penderitaan.
Dan hal menantang lainnya yang
dikatakan Yesus kepada para murid adalah ketika ia berkata, “Barangsiapa
mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiku; dan
barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia
tidak layak bagiku”. Hal ini dimaksudkanNya bahwa komitmen dan kesungguhan
untuk mengikut Dia melampau dari ikatan-ikatan yang kuat dan komitmen yang lain
yang ada dalam hidup para murid. Disini bukan maksud Yesus agar orang tidak lagi
menghormati orang tua, mengasihi saudara dan keluarga manakala mengikut Dia,
tetapi Yesus mau membuka pengertian mereka bahwa apabila hubungan kekeluargaan
itu adalah hubungan yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi, maka hal
mengikut Yesus adalah lebih tinggi dari semua itu. Seperti itulah yang
diingankan Yesus kepada kita manakala kita mau serius mengikut Dia.
Dari sini kita mendapati
ternyata, hal mengikut Yesus penuh resiko. Berhadapan dengan pergumulan,
penderitaan dan kepahitan hidup lainnya. Dan benar Yesus tidak pernah
menjanjikan bahwa mengikut Dia, anda akan mengalami sukses besar, untung
berlipat ganda dan tak ada tangisan.
Dari Firman Tuhan ini, kita juga mendapati
bahwa menjadi pengikut Yesus ternyata membutuhkan kesungguhan, komitmen dan
pengorbanan yang besar. Pengalaman sering menyaksikan kepada kita bagaimana
kita sebagai orang Kristen kerap kali menyatakan kesungguhan dan komitmen mengikut
Dia manakala kenyataan-kenyataan hidup kita bersesuaian dengan apa yang kita
harapkan. Dan ketika apa yang kita harapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan,
kita kecewa, menggerutu bahkan komitmen dan kesungguhan mengikut Dia menjadi
kendor. Dengan kata lain, komitmen dan kesungguhan sebagai orang percaya sering
bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi dan alami.
Firman Tuhan pula mengingatkan kita bahwa Komitmen yang kuat dan
kesungguhan mengikut Yesus akan tercermin dalam hidup orang percaya yang diwarnai dengan
semangat mengasihi dan menghidupkan orang lain (Ayat 40-42). Ini berarti
komitmen dan kesungguhan mengikut Yesus sekalipun beresiko harus pula berdampak
dalam tindakan-tindakan dan karya yang menghidupkan. Dengan mengikut Yesus,
pandangan kita bukan hanya tertuju pada kita dan bagaimana nasib kita tetapi
juga diajak untuk memandang orang lain dan memikirkan nasibnya secara bersama.
Ternyata mengikut Yesus bukanlah
hal yang mudah dan yang selalu identik
dengan kesenangan dan kegembiraan. Mengikut Yesus sangatlah beresiko namun
itulah yang yang harus kita jalani. Menjalaninya dengan penuh syukur dalam
kepastian “Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Matius
10:22).
Tuhan kiranya memampukan kita.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar