Khotbah, Renungan Kristen, Bacaan Alkitab, Artikel, Berita

Senin, 14 Mei 2012

JALANI HIDUP BERSAMA TUHAN Bahan Bacaan : Bilangan 11:4-23


Bagian Alkitab ini mengetengahkan bagaimana perjalanan umat Israel ketika mereka keluar dari tanah Mesir, tanah perbudakan. Suatu perjalanan yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Bagi mereka mungkin perjalanan menuju Kanaan adalah perjalanan yang menyenangkan. Perjalanan dimana keadaan mereka tidak lagi berada dibawah kuasa tentara Mesir, mereka bisa mengatur hidup mereka sendiri. Mungkin bagi mereka perjalanan ke Tanah perjanjian tentunya tidak akan membuat mereka bosan dan pastinya perjalanan itu adalah perjalanan yang menjanjikan kemudahan dimana keinginan mereka bisa terpenuhi. Tetapi ternyata yang mereka alami tidak seperti yang mereka harapkan dan bayangkan.

Dikisahkan, orang Israel mulai bersungut-sungut dan menggerutu. Mereka mulai mengeluh dengan keadaan yang mereka hadapi. Sungut-sungut bukan karena jarak tempuh dari Mesir ke Kanaan yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Menggerutu bukan disebabkan oleh karena kelelahan ditengah perjalanan. Tetapi mereka bersungut-sungut dan menggerutu soal perut mereka. Bukan perut yang lapar melainkan karena kerakusan dan keserakahan untuk makan daging. Rupanya orang Israel terhasul oleh orang-orang bajingan, orang-orang yang ikut serta dengan orang Israel dalam perjalanan ini.
Orang Israel sangat bernafsu untuk makan daging. Lapar daging membuat mereka bersungut-sungut. Dan mereka sepertinya menyesal dengan perjalanan yang dituntun Tuhan ini. Bagi mereka, lebih baik mereka masih tinggal di Mesir karena bisa makan makanan yang sesuai dengan keinginan mereka.

Makanan Manna yang diberikan Tuhan bagi mereka selama dalam pengembaraan ini sepertinya tidak memuaskan mereka. Bahkan ketidakpuasan ini membuat mereka menangis. Ini menunjukkan bagaimana kuatnya keinginan bangsa Israel untuk menikmati makanan yang melebihi Manna. Makanan tidak dilihat sebagai kebutuhan pokok untuk menopang tubuh yang lelah, lemah dan menunjang untuk aktivitas manusia tetapi ternyata hanya dilihat sebagai sejauh mana bahan yang dimakan itu memenuhi selera lidah.
Disini kita melihat bahwa ternyata kerakusan dan keserakahan dapat menyeret dan mengantar umat Tuhan untuk melupakan Tuhan, bahkan lebih fatal lagi mempersalahkan Tuhan yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Mencermati keadaan ini Musa yang adalah pemimpin umat saat itu menjadi stress dan tak berdaya. Dalam ayat 11-15 kita mendapati bagaimana Musa mengira bahwa ia ditinggalkan Tuhan dalam menata dan mengatur umat Tuhan ini. Musa merasa tidak mampu lagi bahkan ia berpikir bahwa Tuhan memberikan beban yang sangat berat baginya. Apalagi kini mereka menuntut sesuatu yang sepertinya sulit untuk diberikan. 

Kemudian Tuhan menyuruh Musa untuk mengumpulkan 70 orang tua-tua Israel yang nantinya mendampingi dan membantu Musa mengatur bangsa ini. Pengangkatan 70 orang ini dimaksudkan Tuhan agar Musa tidak bekerja sendirian melainkan bersama dengan orang-orang ini untuk dapat memimpin orang Israel. Dan akhirnya Tuhan mendengar keluhan dan gerutu bangsa ini sekalipun keluhan dan gerutu ini sebenarnya merupakan dosa dan kekejian di mata Tuhan. Tuhan menjawab mereka. Tetapi perlu diingat bahwa jawaban Tuhan atas keinginan mereka sesungguhnya adalah hukuman Tuhan juga atas mereka.

Kepada Musa Tuhan berjanji akan memberikan bangsa ini makan daging yang bukan hanya satu hari atau lima atau sepuluh atau duapuluh hari saja tetapi sebulan penuh mereka akan makan daging sampai-sampai makanan itu keluar dari hidung mereka dan sampai mereka muak. Itulah hukuman Tuhan bagi bangsa ini. Dan yang menarik pula dari kisah ini ialah manakala Tuhan berjanji akan memberikan makanan daging bagi bangsa ini, Musa seperti ragu dengan janji ini. Bagi Musa bagaimana mungkin bangsa yang banyak ini dapat memperoleh daging untuk di makan. Mungkin Musa mulai menghitung keadaan bangsa ini. Ada 600.000 orang pejalan kaki (ay. 21), mungkin belum yang naik kuda atau kereta, belum lagi anak-anak. Bila orang sebanyak itu makan tiga kali dalam sehari apakah cukup?. Berapa ekor lembu sapi dan kambing domba yang diperlukan bagi mereka?. Bagi Musa mungkin ini hal yang tidak masuk akal. Tetapi apa jawaban Tuhan? Dalam ayat 23 Tuhan menjawab Musa “Masakan kuasa Tuhan akan kurang untuk melakukan itu?”.
Saya membayangkan dialog yang terjadi antara Musa dan Tuhan saat itu. Ketika Musa bertanya dengan penuh keraguan kepada Tuhan, mungkin Tuhan berkata, “Wah,…Musa!?, masakan engkau tidak yakin dengan kuasaKu?”.. Dan mungkin saat mendengar itu, wajah Musa langsung merah padam dan tertunduk malu kemudian berlalu dari hadapan Tuhan.

Dari bagian Alkitab ini, Firman Tuhan mengajak dan mengingatkan kita tentang beberapa hal,
Pertama, Perjalanan kehidupan orang percaya adalah perjalanan yang tidak pernah sepi dari berbagai pergumulan dan tantangan kehidupan. Tantangan tersebut yang menantang keberimanan kita bukan saja hanya datang dari luar diri dan hidup kita, tetapi juga ternyata tantangan yang lebih besar justru datang dari diri kita sendiri.
Ketika kesabaran dan ketabahan menggapai harapan dan cita-cita, tergantikan dengan kerakusan dan keserakahan maka disitulah awal kejatuhan kita. Ketika keinginan perut menguasai hati kita, maka biasanya nalar dan akal sehat tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Yang lebih fatal lagi adalah tidak jarang keinginan perut yang mengantar pada keserakahan akhirnya mendepak iman. Kita menggerutu dan mengeluh dan tidak mensyukuri pemberian Tuhan dalam hidup kita. Oleh karena keserakahan dan kerakusan, kita bisa saja lupa diri, lupa sesama bahkan lupa Tuhan sebagai pengatur dan pemberi hidup ini. Kita lupa bahwa kalaupun kita bisa hidup dan bisa makan sampai hari ini, itu semua karena pekerjaan Tuhan. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk bersyukur dengan setiap berkat yang diberikan Tuhan, entah menurut kita itu kecil ataupun besar. Manakala pemberian Tuhan dalam hidup kita dinilai dengan rasa syukur maka tidak akan terlihat berkat Tuhan itu besar atau kecil.

Kedua, Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa ternyata kepemimpinan dalam komunitas orang percaya bukanlah kepemimpinan yang terpusat pada satu orang. Melainkan Tuhan memakai semua orang dengan talenta dan karunia yang ada untuk saling melengkapi satu dengan yang lain. Pengangkatan 70 orang tua-tua Israel yang membantu Musa menata kehidupan umat Tuhan menunjukkan hal itu. Disini kita dapati bahwa kehidupan dalam kebersamaan adalah warna hidup orang percaya.

Ketiga, Kita diingatkan bahwa manakala kita menjalani hidup ini dalam jerih dan juang kita, sekalipun mungkin kita harus berjumpa dengan berbagai tantangan dan pergumulan, pengalaman Musa yang memimpin bangsa Israel dalam koteks bacaan kita ternyata Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kita. Dia terus memperhatikan kita dan mengetahui apa yang kita butuhkan (Bnd Lukas 12:22-34). Dan Dia sangat mengerti dengan kemampuan dan ketidakmampuan kita. Kita dikuatkan untuk jangan sampai meragukan kuasa Tuhan. Kuasa Tuhan tidak kurang untuk menjawab kebutuhan kita. Tentunya kita tidak mau, Tuhan berkata kepada kita seperti ini, “Wah,…Rivay!?, masakan engkau tidak yakin dengan kuasaKu?”..
Kiranya Tuhan menguatkan dan terus memampukan kita menjalani hidup sebagai orang percaya. Amin.

Sabtu, 05 Mei 2012

PENGAMPUNAN SETELAH PERTOBATAN Bahan Bacaan Yesaya 57:14-21


Disaat orang mengalami tekanan hidup, pergumulan dan persoalan, orang sangat mengharapkan penghiburan di saat-saat itu. Dengan penghiburan, orang dapat memperoleh kekuatan baru, motivasi dan semangat baru untuk melanjutkan hidup ini. Sebaliknya dikala orang mengalami berbagai pergumulan dan kesulitan hidup dan disaat yang sama dia disudutkan dan tidak dihiraukan maka orang bisa saja tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan kehidupan. Dengan kata lain, apa yang sangat dinantikan orang disaat mengalami tekanan hidup adalah penghiburan dan penerimaan kembali akan kehidupannya.

Inilah yang sangat dinanti oleh orang-orang Israel dikala mereka telah kembali dari pembuangan di Babel. Tetapi, apa sebenarnya yang terjadi dengan umat Tuhan ini. Kenapa mereka sampai ada di Babel? Bahkan mengapa Babel disebut sebagai Tanah Pembuangan. Bukankah Umat Israel adalah umat Tuhan, Umat pilihan Tuhan dan Umat kesayangan Tuhan?. 

Rupanya sebagai Umat Tuhan, mereka tidak lagi hidup sesuai dengan identitas yang mereka sandang. Sebagai Umat Tuhan, mereka seharusnya hidup dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan. Tetapi yang terjadi adalah kehidupan umat Tuhan tidak lagi mencerminkan kehidupan sebagai Umat Tuhan yang sejati. Kemapanan telah membuat mereka lupa diri dan lupa Tuhan. Kemakmuran, bagi mereka merupakan jaminan kehidupan sekalipun tanpa Tuhan. Dalam perjalanan kehidupan mereka, peran Tuhan yang adalah Pemimpin umat telah tergantikan dengan pengandalan kekuatan manusia bahkan penyembahan berhala terjadi dimana-mana. Belum lagi kehidupan mereka baik pemimpin-pemimpin umat maupun umat sendiri telah jatuh dalam ketamakan, loba, penindasan terhadap sesama dan lain sebagainya. Pendek kata kehidupan umat saat itu telah jauh dari Tuhan. Mereka sepertinya sengaja lupa bahwa kehidupan yang mereka nikmati sejak dari tanah Mesir sampai ditanah Kanaan dan menikmati kehidupan yang makmur oleh karena karya selamat Tuhan.

Keadaan inilah yang mengantar umat Tuhan di buang di tanah Babel. Dengan kata lain, Tuhan Allah sendiri yang membuang mereka ke Babel oleh karena dosa dan kebebalan mereka. Kemarahan Tuhan menjadi nyata manakala Ia mendapati bahwa umatNya sendiri kini telah menjauh dari Dia. Pembuangan di Babel dengan segala konsekuensi penderitaan adalah bentuk penghukuman Tuhan atas bangsa pilihan Tuhan ini. Pembuangan di Babel adalah konsekuensi dari umat Tuhan kala mereka tidak hidup setia dan dengar-dengaran kepada Tuhan. Babel menjadi tempat penghukuman manakala umat Tuhan hanya memilih mendengarkan kata hati sendiri . (Baca ayat 17).

Disaat-saat seperti inilah umat Tuhan sangat merindukan penghiburan dan penerimaan kembali oleh Tuhan. Kehidupan yang mereka alami di tanah pembuangan merupakan kehidupan yang jauh dari harapan mereka. Apakah pengharapan umat Tuhan ini dijawab oleh Tuhan? Ya, dengan catatan. Mereka harus bertobat dan bertekad untuk hidup bersama dengan Tuhan. Berita ini disampaikan oleh nabi Yesaya. “Bukalah, bukalah persiapkanlah jalan, angkatlah batu sandungan dari jalan umatKu” (ayat 14). Ini merupakan ajakan pertobatan bagi umat Tuhan. Umat Tuhan tersandung oleh perbuatan mereka sendiri. Dan kini batu sandungan itu harus dibuang dan ditinggalkan.
Mengapa? Karena tanpa pengakuan dan pertobatan maka pengampunan tidak akan teralami dan didapatkan. Sebaliknya manakala mereka datang pada pengakuan akan keberdosaan mereka dan bertobat dari segala yang mereka lakukan maka firman Tuhan berkata, ………..ayat 15 dan 16.
Dengan pengakuan dan pertobatan maka ada pengampunan. Dengan pengampunan maka ada kehidupan baru.  Baca ayat 18 dan 19……

Pengalaman umat Israel yang akhirnya di buang di tanah Babel menjadi pengalaman yang berharga dalam kehidupan kita sebagai orang percaya masa kini. Ternyata penderitaan seringkali bukan hanya disebabkan oleh karena kemiskinan dan tidak tercukupinya kebutuhan manusia. Tetapi penderitaan kerap kali menjadi buah oleh karena kemakmuran yang tidak  disikapi dengan bijak oleh umat Tuhan. Terkadang orang percaya berpikir bahwa dengan kemakmuran, maka segala sesuatu dapat diraih dan dengan kemakmuran, kehidupan dapat dijalani dengan cerah. Kalau sebelumnya kebersamaan dan saling menghidupkan menjadi warna hidup tetapi dengan kemakmuran bisa saja orang lebih mementingkan diri sendiri. Kalau sebelumnya, Tuhan selalu yang menjadi utama dalam kehidupan namun dengan kemakmuran bisa saja Tuhan menjadi yang sekunder atau pelengkap menjalani hidup. 

Ternyata, kemakmuranpun  dapat membuat orang percaya lupa diri, lupa sesama bahkan lupa Tuhan. Pengalaman Israel telah menyaksikan kepada kita bagaimana kehidupan mereka di tanah Kanaan lambat laun membuat mereka lupa segala-galanya. Bahkan Tuhan tidak lagi dilihat sebagai Pengatur jalan hidup mereka. Tuhan tergantikan dengan berbagai bentuk berhala, yang oleh firman Tuhan disebut sebagai perzinahan. Akibatnya mereka harus menanggung penderitaan itu di tanah pembuangan.
Namun Tuhan itu penuh kasih dan kemurahan. Ia tidak membiarkan umatNya terus berada dalam penghukuman dan penderitaan. Ia membuka lebar-lebar pintu maaf dan memberi pengampunan asalkan umatNya menyesal akan perbuatannya dan mau bertobat.
Penyesalan dan pertobatan lahir dari sebuah kerendahan hati. Tanpa kerendahan hati, penyesalan hanyalah sebuah topeng dan kemunafikan. Itulah sebabnya Firman Tuhan berkata, “Aku bersemayam di tempat tinggi dan ditempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati” . Remuk dan Rendah Hati menunjuk pada penyesalan dan sadar diri dihadapan Tuhan.

Firman Tuhan mengajak dan mengingatkan kita bahwa sesungguhnya Tuhan sangat mempedulikan kita. Apakah disaat kita senang apalagi ketika kita mengalami kesusahan dan pergumulan. Namun yang harus kita ingat adalah pengampunan dan damai sejahtera akan Ia berikan manakala kita datang dalam pengakuan dosa dan bertekad untuk mengadakan pertobatan dan pembaharuan hidup.

Menjalani kehidupan ini, bisa saja kita jatuh dalam kehidupan yang menjauh dari Tuhan. Namun penting untuk diingat adalah marilah dengan penuh kesadaran kita mengakuinya dihadapan Tuhan dan datang dalam pertobatan. Selama kita angkuh dan tidak mengakuinya dihadapan Tuhan bahkan justru mencari-cari jalan untuk membenarkan diri maka berita pengampunan dan damai sejahtera itu tidak akan kita terima.
Kenyataan sering menyaksikan kepada kita, bagaimana orang percaya dengan penuh kepercayaan diri ketika mengalami pergumulan, menganggap bahwa dia tidak perlu menyesal dan mengaku dosa dan terus beranggapan bahwa nantinya penderitaan akan berakhir dengan sendirinya. Kerendahan hati tidak ada lagi melainkan keangkuhan dan kesombongan. Hal itu tidak ubahnya seperti orang fasik (ayat 20).
Firman Tuhan mengingatkan bahwa betapa Tuhan akan menyayangi dan merangkul kembali kita dan memberikan kehidupan yang penuh damai sejahtera asalkan kita datang dengan penuh kerendahan hati kepadaNya.

Diawal khotbah tadi dikatakan bahwa disaat-saat yang penuh kesulitan dan penderitaan, hal yang sangat dinanti setiap orang adalah penghiburan dan penerimaan. Berita damai dan pengampunan. Itulah janji Tuhan bagi orang percaya yang dengan penuh kerendahan mengaku dosa dan bertekad untuk bertobat.
Kita percaya bahwa ketika kita kembali hidup bersama dengan Tuhan , maka seperti syair sebuah lagu “Pelangi Sehabis Hujan”.Itulah yang akan kita alami dan nikmati.
Firman Tuhan ini kiranya akan terus mengingatkan, menguatkan dan memampukan kita untuk hidup bersama Tuhan dalam hidup yang terus dibaharui dan membaharui diri. Amin.

Sabtu, 28 April 2012

HIDUP OLEH PERCAYA Bahan Bacaan Lukas 11:14-23


Bacaan kita saat ini mengetengahkan bagaimana kehadiran Yesus yang adalah sebagai manusia dan pada saat yang sama pula adalah Allah. Dikisahkan, Yesus mengusir dari seorang suatu setan yang membisukan, dan akhirnya orang tersebut dapat berkata-kata lagi. Banyak orang yang menyaksikan peristiwa ini. Dan dari peristiwa ini, reaksi orang-orang beragam. Ada yang merasa heran, tetapi ada pula yang menyaksikan peristiwa itu menuduh Yesus bersekongkol dengan Iblis. Bagi mereka, Yesus mengusir setan dengan menggunakan kuasa Beelzebul yaitu Penghulu Setan. Kecurigaan mereka sangat besar sehingga mereka meminta tanda dari sorga kepada Yesus. Apa maksudnya?  Mungkin agar dapat membuktikan bahwa kecurigaan mereka salah dan tidak benar. 

Biasanya Kecurugaan dan keraguan tidak akan hilang apabila sesuatu itu hanya terjadi satu kali saja. “Mungkin hal itu hanya kebetulan”. Kalau ada tanda yang luar biasa lagi, maka baru bisa dipercaya. Mungkin seperti itulah yang ada di benak orang-orang yang menyaksikan peristiwa pengusiran setan yang dilakukan oleh Yesus namun masih sangsi dan ragu. Itulah sebabnya mereka meminta tanda dari sorga kepada Yesus (ayat 16). “Tanda dari Sorga”. Itu berarti yang mereka mksudkan adalah, kiranya ada kejadian yang luar biasa dan sifatnya ilahi lagi untuk mendukung dan melegitimasi bahwa tindakan Yesus tersebut benar-benar pekerjaan ilahi. Sebab kalu tidak, maka tuduhan mereka berarti benar bahwa Yesus mengusir setan menggunakan juga kuasa setan.

Atas tuduhan tersebut Yesus menegaskan, …“Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan?”… (Ayat 17-18).
Membayangkan keadaan ini, memang sangat ironi. Mengapa?. Karena sebenarnya peristiwa pengusiran setan ini hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak tanda yang dihadirkan Yesus kepada banyak orang untuk menyatakan kehadiranNya sebagai Allah sendiri. Tetapi anehnya, mereka masih tidak percaya, ragu bahkan sampai pada tuduhan yang ekstrem bahwa, “Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul”.

Rupanya kecenderungan orang banyak di zaman itu, tidak jauh berbeda dengan kecenderungan orang percaya masa kini. Kecenderungan yang terus menggejala bahkan yang menyebut diri sebagai “Orang Kristen sejak lahir” sekalipun. Kecenderungan dalam mana “Keraguan” dan “Ketidakpercayaan” terhadap Yesus yang adalah Tuhan kerap mewarnai perjalanan hidup orang percaya. Keyakinan dan kepercayaan kepada Yesus yang adalah Tuhan sering tergantung pada “Tanda”. Tepatnya adalah tanda dari sorga, yang bisa dibahasakan dengan “adanya Mujizat”. Dengan kata lain, kehidupan keberimanan orang Kristen sekarang hanya bergantung pada adanya mujizat. Kalau tidak ada mujizat (Kejadian yang luar biasa, yang melampaui keterbatasan akal pikiran dan manusia), itu berari Tuhan tidak hadir. Sebaliknya kalau ada mujizat, itu pertanda Tuhan hadir.

Bahkan dalam kehidupan bergereja, orang Kristen saat ini mulai memilah. Gereja yang ada mujizatnya atau terjadi kejadian-kejadian yang luar biasa yang dialami dalam peribadatan atau dalam kehidupan anggota gerejanya, berarti gereja tersebut dipenuhi oleh Roh Kudus dan kuasa Tuhan. Berarti Tuhan hadir. Sementara gereja yang tidak ada mujizatnya, itu berarti hanya organisasi biasa dan Tuhan tidak hadir dengan kuasaNya. Pendek kata, iman Kristen seringkali hanya tergantung pada adanya mujizat. Adanya mujizat pertanda iman sementara bertumbuh dan dewasa. Sangat ironi. Padahal tanpa disadari kita bisa hiduppun sebenarnya adalah suatu mujizat dari Tuhan.

Iman yang bergantung pada adanya mujizat sering terlihat pula dalam kehidupan nyata gereja-gereja dan orang percaya. Lihat saja, peribadatan yang banyak dipadati orang Kristen justru disaat Pemimpin Ibadahnya adalah orang yang katanya baru bertobat dan katanya baru mengalami kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya. Orang lebih terpesona apabila yang menjadi pengkhotbah adalah yang dapat melakukan mujizat. Sementara, pendeta yang digembeleng di bangku Fakultas Teologi dianggap biasa-biasa saja, apalagi dia tidak menunjukkan dan mendemonstrasikan sebuah mujizat. Dia dianggap tidak dikuasai oleh Roh Kudusdan karunia-karunia serta tanda dari sorga.

Dari bagian Alkitab yang kitabaca saat ini, Yesus tidak mau orang akan percaya kepadaNya hanya karena tanda-tanda ajaib yang dibuatNya. Dari kisah ini kita mendapati, apakah Yesus menunjukkan tanda lagi seperti yang diminta oleh orang banyak yang meragukan kemahakuasaanNya? Tidak! Justru Yesus berkata, “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu”. Sekali lagi, Yesus tidak menunjukkan sebuah tanda lagi untuk membuat mereka percaya dan yakin akan kuasa yang dinyatakanNya. Apa artinya? . Artinya adalah, kehadiran Yesus bukan sekedar pembuat tanda-tanda ajaib menurut ukuran manusia tetapi kehadiranNya adalah Kehadiran Kerajaan Allah. Yaitu KehadiranNya adalah bukti bahwa segala kuasa yang ada didunia, takluk kepadaNya. Dan pengusiran setan terhadap orang itu, berarti pembebasan dari kuasa-kuasa jahat dan menganugerahkan kehidupan yang sebenarnya.

Bila kita membaca Lukas 11:29-32 maka kita akan dapati bahwa Yesus mengidentikkan orang-orang yang meminta tanda disebutnya Angkatan Yang Jahat.
Firman Tuhan ini mau mengingatkan kepada kita bahwa memang keraguan dan ketidakpercayaan sering melanda perjalanan hidup keberimanan kita. Namun kita diingatkan lagi bahwa hendaknya kepercayaan kita kepada Yesus Kristus yang adalah Tuhan tidak akan bergantung pada tanda seperti yang diminta oleh orang banyak pada zaman Yesus itu. Kepercayaan kita adalah karena kita percaya bahwa Dia benar adalah Tuhan. Tuhan yang hidup oleh karena itu Dia menghidupkan. 

Keyakinan ini penting, karena apabila kita hanya akan percaya apabila ada tanda saja maka kita tidak ubahnya seperti orang Kristen yang dewasa namun sifatnya kenak-kanakan. Orang Kristen yang bergantung pada tanda-tanda. Iman yang dewasa sesungguhnya adalah iman yang bertumbuh secara wajar dalam segala bentuk kehidupan yang dijalani dalam hidup orang percaya. Iman seperti itulah yang langgeng dan bertahan. Realita menyaksikan kepada kita  betapa banyak orang Kristen yang akhirnya jatuh oleh karena ketika kejadian-kejadian yang luar biasa sudah tidak dialami lagi dalam perjalanan kehidupannya. Tuahn Yesus pernah berkata, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 20:29).
Keyakinan kita adalah Yesus adalah Tuhan. Karena Dia Tuhan, maka Dia punya kuasa mengusir Iblis, membebaskan mereka dari kuasa kegelapan dan menghadirkan kehidupan baru. Biarlah keyakinan ini yang terus mewarnai perjalanan keberimanan kita. Apalagi KebangkitanNya telah mengokohkan iman percaya kita itu.

Ada banyak tantangan dan pergumulan serta kuasa jahat yang siap menantang hidup keberimanan kita. Namun kita percaya kita mempunyai Tuhan yang hidup, Tuhan yang sanggup membebaskan dan Tuhan yang menghidupkan. Biarlah perjalanan hidup kita dengan segala dinamikanya akan terus mengokohkan iman kita dan iman kita terus bertumbuh dalam sikap percaya yang terus mempercayakan hidup ini kepada Dia. Yesus yang adalah Tuhan.
Tuhan kiranya memberkati dan memampukan kita. Amin.

Kamis, 26 April 2012

HIDUP YANG MENANGGALKAN KEDAGINGAN, BISAKAH? Bahan Bacaan Roma 7:13-26


Kalau kita mau jujur, mana yang lebih kuat tarikannya dalam diri dan hidup kita, pergi  santai dengan teman-teman ataukah datang dalam persekutuan-persekutuan yang beribadah?
Realita menyaksikan kepada kita bahwa ternyata tawaran untuk bersantai atau dirumah kongkow-kongkow lebih enak dan mengasyikan daripada datang beribadah.
Jujur, mana yang lebih enak, duduk berjam-jam didepan computer dengan Face Book atau duduk berjam-jam beribadah dan mendengar Firman Tuhan. Pengalaman menyaksikan, orang cenderung lebih memilih opsi yang pertama daripada opsi yang kedua.
Ini menandakan bahwa kecenderungan untuk memuaskan keinginan daging lebih dominan dan lebih menguasai diri kita dan hidup kita. Dengan kata lain, kita lebih memikirkan tentang kehidupan secara jasmaniah dengan segala keinginan-keinginannya. Mengapa demikian? Paulus menyebutnya, karena dosa sepertinya lebih menguasai diri kita.

Tadi dikatakan, “Kalau kita mau jujur”. Dalam bagian Alkitab kita saat ini, Paulus jujur dalam hal ini. Ada pergumulan batin yang selama ini terjadi dalam hidupnya sebelum mengenal Kristus. Hukum Taurat yang adalah panduan untuk hidup, ternyata ia tidak dapat memberlakukan sepenuhnya. Ketika ia mau berbuat apa yang baik, justru yang terjadi adalah keinginan untuk melakukan yang tidak baik itulah yang ia lakukan. Sebenarnya yang ia kehendaki adalah berbuat apa yang baik tetapi yang terjadi adalah apa yang ia tidak kehendaki, itu yang ia lakukan yakni yang jahat (Roma 8:15, 19,20). Mengapa? ..Karena dosa yang menguasainya. Pengakuan Paulus ini sangat jujur dan terbuka. Bagaimana dengan kita?  

Bagi Paulus memberlakukan Hukum Taurat sepenuhnya adalah hal yang mustahil manakala yang dominan dalam hidup ini adalah berpikir dalam kedagingan. Apakah Hukum Taurat itu tidak baik dan dosa? Tidak. Dalam Roma 7:12, Paulus berkata, “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik”. Tetapi manusia yang dikuasai oleh dosalah yang tidak mampu melakukannya. Manusia lebih cenderung berpikir untuk kepuasan jasmani dan keinginan-keinginan daging sehingga untuk melakukan hal yang baik seringkali terhambat dan menjadi sulit untuk melakukannya.
Dengan kata lain, oleh karena kita lebih cenderung lebih memikirkan dan melakukan hal yang jahat maka keinginan untuk berbuat apa yang baik menjadi terhalang.  Itulah realitas manusia. Tidak terkecuali orang yang menyebut dirinya sebagai orang percaya dan pengikut Kristus. Kita lebih memilih apa yang ditawarkan dan diinginkan oleh kedagingan kita dari pada mau hidup dalam kehendak dan keinginan Tuhan. Ciri-ciri kekeristenan kita sering menjadi pudar oleh karena kita lebih memilih memuaskan keinginan daging. Selalu berpikir dan berorientasi pada hal jasmaniah.

Tetapi yang lebih ironis lagi adalah manakala dalam kehidupan orang percaya ketika ia bersalah dan berdosa, selalu berupaya untuk  membenarkan diri. Untuk hal itu orang kerap kali mencari dalih-dalih untuk pembenaran atas dosa dan kesalahan yang dilakukan.
Ada sebuah cerita, seorang pendeta datang berkunjung di rumah seorang ibu lansia. Setelah bercakap-cakap, kemudian pendeta meminta kesediaan ibu itu untuk didoakan. Dia bagian akhir doa, pendeta itu berdoa, “Ya Tuhan ampunilah kami, ampunilah dosa ibu kekasih ini dalam nama Tuhan Yesus. Amin”.
Tiba-tiba, ibu lansia itu langsung protes kepada pendeta. “Pendeta, hari ini saya hanya ada dirumah terus sampai pendeta datang. Saya hanya bersih-bersih rumah sepanjang hari ini. Saya belum bertemu Satu orangpun disepanjang hari ini. Bagaimana mungkin hari ini saya berdosa . Mengapa pendeta berdoa ampunilah dosa saya”.  “Saya belum melakukan dosa disepanjang hari ini”.

Apakah perotes ibu lansia ini benar?. Dia belum bertemu satu orangpun. Dosa apa yang ia perbuat?.
Pendeta itu menjawab, “Justru karena ibu tidak keluar sepanjang hari inilah, ibu berdosa. Mengapa? Karena di luar rumah sebenarnya ada banyak ibu-ibu yang sementara bergumul dan ibu bisa saja membantu mereka bahkan pergi menguatkan dan mendoakan mereka. Dan masih banyak lagi yang ibu bisa lakukan seandainya ibu tidak hanya dirumah saja”.
Sebagai orang percaya, kita sering berpikr tidak melakukan apa-apa tentu tidak berdosa. Ternyata, tidak melakukan apa-apapun ternyata kita sudah berdosa. Dalam Roma 8:12, Paulus menyebutnya itu adalah HUTANG.

Ini pula yang kerap kali kita lakukan dengan dalih yang seperti ini misalnya. “Saya tidak rajin beribadah, Toh saya tidak mencuri, toh saya tidak berbuat dosa dan saya tidak mendatangkan dosa terhadap orang lain”.
Adalah lebih bijaksana kita datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan dan sadar diri kemudian mengaku dosa kita dihadapan Tuhan dari pada berupaya mencari dalih untuk membenarkan diri padahal sebenarnya sudah jelas-jelas salah dan berdosa.

Menganggap diri benar karena melakukan hukum Taurat membuat manusia berpikir untuk dirinya sendiri. Manusia hanya berpikir bagaimana ia dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna sehingga dalam keadaan itu, itu berarti ia tidak lagi membutuhkan Tuhan dalam hidupnya. Bagi orang percaya berarti Ia tidak membutuhkan lagi Kristus dalam hidupnya. Tokh, saya dapat hidup dengan melakukan hukum Taurat.
Padahal, iman yang dewasa adalah iman yang menyadari siapa dia dihadapan Allah dan oleh karena itu dia merasa bergantung sepenuhnya kepada Allah. Sebaliknya orang yang merasa diri benar, ia tidak lagi membutuhkan Tuhan dalam hidupnya.

Paulus menyadari akan hal itu sehingga baginya menganggap diri benar karena hukum Taurat atau karena melakukan hukum Taurat supaya ada pembenaran adalah hal yang sia-sia. Oleh karena itu bagi Paulus sesungguhnya kita tidak dapat melakukan semua itu, tetapi kita bersyukur bahwa hanya karena Kristus Yesus lah yang membuat kita dapat melanjutkan hidup ini. Karena Yesus Kristuslah yang telah mengalahkan maut dan dosa dan Dengan Dia Kehidupan baru boleh dimiliki oleh orang percaya.  Itu berarti,  hanya dengan hidup dalam Roh Kristuslah maka kita dapat melakukan apa yang baik dan cenderung mengalahkan keinginan-keinginan yang jahat. Oleh karena itu, ditengah ketegangan dan konflik dalam mana keinginan daging seringkali lebih kuat dalam diri kita, Paulus mengajak jemaat di Roma untuk hidup dalam roh. Hidup dalam roh siapa? Hidup dalam Roh Kristus Itulah yang diuraikan rasul Paulus dalam Roma pasal 8.

Hidup dalam Roh Kristus adalah hidup dalam terang dan petunjuk Kristus. Hidup dalam Roh adalah hidup yang mengarahkan pikiran-pikiran manusia kita kepada Dia Yesus Kristus Anak Allah. Hidup oleh Roh adalah hidup yang diperdamaikan dan berdamai dengan Allah. Dengan kata lain, hidup dalam Roh adalah hidup yang menanggalkan pikiran-pikiran untuk kepentingan jasmaniah dan berubah pada orientasi hidup dalam Kristus Yesus. (Pasal 8:5)

Kita semua diajak untuk hidup dalam Roh. Itu berarti hidup yang menempatkan Kristus yang  memerintah dalam hidup kita. Artinya apa? Bila kita menempatkan Kristus yang memerintah dalam hidup kita itu berarti kita harus tunduk dan menaklukan diri dan hidup kita, di dalam Kristus. Dengan demikian kecenderungan yang akan terjadi dalam hidup kita menjalani hidup sebagai orang percaya adalah kecenderungan dalam roh. Hidup dalam roh berarti mematikan atau menanggalkan pikiran-pikiran yang orientasi hidup kita hanya untuk yang sifatnya jasmani semata (Roma 8:13).

Kalau dalam awal khotbah tadi dikatakan, mana yang lebih kuat tarikannya, berpikir untuk kepentingan dan kesenangan daging atau mengarahkan pikiran dan orientasi hidup kepada Tuhan? Kenyataan yang sering terjadi dalam hidup kita, itulah jawabannya.
Maka Firman Tuhan hari ini, mengingatkan dan mengajak kita untuk menjalani kehidupan ini dengan berorientasi dan berpikir dalam roh Kristus. Sepanjang kita menempatkan hidup ini dipimpin dan dituntun oleh Roh maka cara memandang hidup kita sebagai orang percaya akan menjadi berbeda. Kita akan dapat membedakan Mana yang lebih utama dalam hidup ini, dan mana yang sifatnya sementara dalam hidup ini. Hidup dalam Roh Kristus itu pula yang akan terus menyadarkan kita, siapa sesungguhnya kita dihadapan Tuhan sehingga ketika kita menyadarinya, maka kita akan bergantung sepenuhnya kepada Dia. Amin.