Khotbah, Renungan Kristen, Bacaan Alkitab, Artikel, Berita

Kamis, 26 April 2012

HIDUP YANG MENANGGALKAN KEDAGINGAN, BISAKAH? Bahan Bacaan Roma 7:13-26


Kalau kita mau jujur, mana yang lebih kuat tarikannya dalam diri dan hidup kita, pergi  santai dengan teman-teman ataukah datang dalam persekutuan-persekutuan yang beribadah?
Realita menyaksikan kepada kita bahwa ternyata tawaran untuk bersantai atau dirumah kongkow-kongkow lebih enak dan mengasyikan daripada datang beribadah.
Jujur, mana yang lebih enak, duduk berjam-jam didepan computer dengan Face Book atau duduk berjam-jam beribadah dan mendengar Firman Tuhan. Pengalaman menyaksikan, orang cenderung lebih memilih opsi yang pertama daripada opsi yang kedua.
Ini menandakan bahwa kecenderungan untuk memuaskan keinginan daging lebih dominan dan lebih menguasai diri kita dan hidup kita. Dengan kata lain, kita lebih memikirkan tentang kehidupan secara jasmaniah dengan segala keinginan-keinginannya. Mengapa demikian? Paulus menyebutnya, karena dosa sepertinya lebih menguasai diri kita.

Tadi dikatakan, “Kalau kita mau jujur”. Dalam bagian Alkitab kita saat ini, Paulus jujur dalam hal ini. Ada pergumulan batin yang selama ini terjadi dalam hidupnya sebelum mengenal Kristus. Hukum Taurat yang adalah panduan untuk hidup, ternyata ia tidak dapat memberlakukan sepenuhnya. Ketika ia mau berbuat apa yang baik, justru yang terjadi adalah keinginan untuk melakukan yang tidak baik itulah yang ia lakukan. Sebenarnya yang ia kehendaki adalah berbuat apa yang baik tetapi yang terjadi adalah apa yang ia tidak kehendaki, itu yang ia lakukan yakni yang jahat (Roma 8:15, 19,20). Mengapa? ..Karena dosa yang menguasainya. Pengakuan Paulus ini sangat jujur dan terbuka. Bagaimana dengan kita?  

Bagi Paulus memberlakukan Hukum Taurat sepenuhnya adalah hal yang mustahil manakala yang dominan dalam hidup ini adalah berpikir dalam kedagingan. Apakah Hukum Taurat itu tidak baik dan dosa? Tidak. Dalam Roma 7:12, Paulus berkata, “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik”. Tetapi manusia yang dikuasai oleh dosalah yang tidak mampu melakukannya. Manusia lebih cenderung berpikir untuk kepuasan jasmani dan keinginan-keinginan daging sehingga untuk melakukan hal yang baik seringkali terhambat dan menjadi sulit untuk melakukannya.
Dengan kata lain, oleh karena kita lebih cenderung lebih memikirkan dan melakukan hal yang jahat maka keinginan untuk berbuat apa yang baik menjadi terhalang.  Itulah realitas manusia. Tidak terkecuali orang yang menyebut dirinya sebagai orang percaya dan pengikut Kristus. Kita lebih memilih apa yang ditawarkan dan diinginkan oleh kedagingan kita dari pada mau hidup dalam kehendak dan keinginan Tuhan. Ciri-ciri kekeristenan kita sering menjadi pudar oleh karena kita lebih memilih memuaskan keinginan daging. Selalu berpikir dan berorientasi pada hal jasmaniah.

Tetapi yang lebih ironis lagi adalah manakala dalam kehidupan orang percaya ketika ia bersalah dan berdosa, selalu berupaya untuk  membenarkan diri. Untuk hal itu orang kerap kali mencari dalih-dalih untuk pembenaran atas dosa dan kesalahan yang dilakukan.
Ada sebuah cerita, seorang pendeta datang berkunjung di rumah seorang ibu lansia. Setelah bercakap-cakap, kemudian pendeta meminta kesediaan ibu itu untuk didoakan. Dia bagian akhir doa, pendeta itu berdoa, “Ya Tuhan ampunilah kami, ampunilah dosa ibu kekasih ini dalam nama Tuhan Yesus. Amin”.
Tiba-tiba, ibu lansia itu langsung protes kepada pendeta. “Pendeta, hari ini saya hanya ada dirumah terus sampai pendeta datang. Saya hanya bersih-bersih rumah sepanjang hari ini. Saya belum bertemu Satu orangpun disepanjang hari ini. Bagaimana mungkin hari ini saya berdosa . Mengapa pendeta berdoa ampunilah dosa saya”.  “Saya belum melakukan dosa disepanjang hari ini”.

Apakah perotes ibu lansia ini benar?. Dia belum bertemu satu orangpun. Dosa apa yang ia perbuat?.
Pendeta itu menjawab, “Justru karena ibu tidak keluar sepanjang hari inilah, ibu berdosa. Mengapa? Karena di luar rumah sebenarnya ada banyak ibu-ibu yang sementara bergumul dan ibu bisa saja membantu mereka bahkan pergi menguatkan dan mendoakan mereka. Dan masih banyak lagi yang ibu bisa lakukan seandainya ibu tidak hanya dirumah saja”.
Sebagai orang percaya, kita sering berpikr tidak melakukan apa-apa tentu tidak berdosa. Ternyata, tidak melakukan apa-apapun ternyata kita sudah berdosa. Dalam Roma 8:12, Paulus menyebutnya itu adalah HUTANG.

Ini pula yang kerap kali kita lakukan dengan dalih yang seperti ini misalnya. “Saya tidak rajin beribadah, Toh saya tidak mencuri, toh saya tidak berbuat dosa dan saya tidak mendatangkan dosa terhadap orang lain”.
Adalah lebih bijaksana kita datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan dan sadar diri kemudian mengaku dosa kita dihadapan Tuhan dari pada berupaya mencari dalih untuk membenarkan diri padahal sebenarnya sudah jelas-jelas salah dan berdosa.

Menganggap diri benar karena melakukan hukum Taurat membuat manusia berpikir untuk dirinya sendiri. Manusia hanya berpikir bagaimana ia dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna sehingga dalam keadaan itu, itu berarti ia tidak lagi membutuhkan Tuhan dalam hidupnya. Bagi orang percaya berarti Ia tidak membutuhkan lagi Kristus dalam hidupnya. Tokh, saya dapat hidup dengan melakukan hukum Taurat.
Padahal, iman yang dewasa adalah iman yang menyadari siapa dia dihadapan Allah dan oleh karena itu dia merasa bergantung sepenuhnya kepada Allah. Sebaliknya orang yang merasa diri benar, ia tidak lagi membutuhkan Tuhan dalam hidupnya.

Paulus menyadari akan hal itu sehingga baginya menganggap diri benar karena hukum Taurat atau karena melakukan hukum Taurat supaya ada pembenaran adalah hal yang sia-sia. Oleh karena itu bagi Paulus sesungguhnya kita tidak dapat melakukan semua itu, tetapi kita bersyukur bahwa hanya karena Kristus Yesus lah yang membuat kita dapat melanjutkan hidup ini. Karena Yesus Kristuslah yang telah mengalahkan maut dan dosa dan Dengan Dia Kehidupan baru boleh dimiliki oleh orang percaya.  Itu berarti,  hanya dengan hidup dalam Roh Kristuslah maka kita dapat melakukan apa yang baik dan cenderung mengalahkan keinginan-keinginan yang jahat. Oleh karena itu, ditengah ketegangan dan konflik dalam mana keinginan daging seringkali lebih kuat dalam diri kita, Paulus mengajak jemaat di Roma untuk hidup dalam roh. Hidup dalam roh siapa? Hidup dalam Roh Kristus Itulah yang diuraikan rasul Paulus dalam Roma pasal 8.

Hidup dalam Roh Kristus adalah hidup dalam terang dan petunjuk Kristus. Hidup dalam Roh adalah hidup yang mengarahkan pikiran-pikiran manusia kita kepada Dia Yesus Kristus Anak Allah. Hidup oleh Roh adalah hidup yang diperdamaikan dan berdamai dengan Allah. Dengan kata lain, hidup dalam Roh adalah hidup yang menanggalkan pikiran-pikiran untuk kepentingan jasmaniah dan berubah pada orientasi hidup dalam Kristus Yesus. (Pasal 8:5)

Kita semua diajak untuk hidup dalam Roh. Itu berarti hidup yang menempatkan Kristus yang  memerintah dalam hidup kita. Artinya apa? Bila kita menempatkan Kristus yang memerintah dalam hidup kita itu berarti kita harus tunduk dan menaklukan diri dan hidup kita, di dalam Kristus. Dengan demikian kecenderungan yang akan terjadi dalam hidup kita menjalani hidup sebagai orang percaya adalah kecenderungan dalam roh. Hidup dalam roh berarti mematikan atau menanggalkan pikiran-pikiran yang orientasi hidup kita hanya untuk yang sifatnya jasmani semata (Roma 8:13).

Kalau dalam awal khotbah tadi dikatakan, mana yang lebih kuat tarikannya, berpikir untuk kepentingan dan kesenangan daging atau mengarahkan pikiran dan orientasi hidup kepada Tuhan? Kenyataan yang sering terjadi dalam hidup kita, itulah jawabannya.
Maka Firman Tuhan hari ini, mengingatkan dan mengajak kita untuk menjalani kehidupan ini dengan berorientasi dan berpikir dalam roh Kristus. Sepanjang kita menempatkan hidup ini dipimpin dan dituntun oleh Roh maka cara memandang hidup kita sebagai orang percaya akan menjadi berbeda. Kita akan dapat membedakan Mana yang lebih utama dalam hidup ini, dan mana yang sifatnya sementara dalam hidup ini. Hidup dalam Roh Kristus itu pula yang akan terus menyadarkan kita, siapa sesungguhnya kita dihadapan Tuhan sehingga ketika kita menyadarinya, maka kita akan bergantung sepenuhnya kepada Dia. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar