Disaat orang mengalami tekanan hidup, pergumulan dan
persoalan, orang sangat mengharapkan penghiburan di saat-saat itu. Dengan
penghiburan, orang dapat memperoleh kekuatan baru, motivasi dan semangat baru
untuk melanjutkan hidup ini. Sebaliknya dikala orang mengalami berbagai
pergumulan dan kesulitan hidup dan disaat yang sama dia disudutkan dan tidak
dihiraukan maka orang bisa saja tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan
kehidupan. Dengan kata lain, apa yang sangat dinantikan orang disaat mengalami
tekanan hidup adalah penghiburan dan penerimaan kembali akan kehidupannya.
Inilah yang sangat dinanti oleh orang-orang Israel dikala
mereka telah kembali dari pembuangan di Babel. Tetapi, apa sebenarnya yang
terjadi dengan umat Tuhan ini. Kenapa mereka sampai ada di Babel? Bahkan
mengapa Babel disebut sebagai Tanah Pembuangan. Bukankah Umat Israel adalah
umat Tuhan, Umat pilihan Tuhan dan Umat kesayangan Tuhan?.
Rupanya sebagai Umat Tuhan, mereka tidak lagi hidup sesuai
dengan identitas yang mereka sandang. Sebagai Umat Tuhan, mereka seharusnya
hidup dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan. Tetapi yang terjadi adalah
kehidupan umat Tuhan tidak lagi mencerminkan kehidupan sebagai Umat Tuhan yang
sejati. Kemapanan telah membuat mereka lupa diri dan lupa Tuhan. Kemakmuran,
bagi mereka merupakan jaminan kehidupan sekalipun tanpa Tuhan. Dalam perjalanan
kehidupan mereka, peran Tuhan yang adalah Pemimpin umat telah tergantikan
dengan pengandalan kekuatan manusia bahkan penyembahan berhala terjadi
dimana-mana. Belum lagi kehidupan mereka baik pemimpin-pemimpin umat maupun
umat sendiri telah jatuh dalam ketamakan, loba, penindasan terhadap sesama dan
lain sebagainya. Pendek kata kehidupan umat saat itu telah jauh dari Tuhan.
Mereka sepertinya sengaja lupa bahwa kehidupan yang mereka nikmati sejak dari
tanah Mesir sampai ditanah Kanaan dan menikmati kehidupan yang makmur oleh
karena karya selamat Tuhan.
Keadaan inilah yang mengantar umat Tuhan di buang di tanah
Babel. Dengan kata lain, Tuhan Allah sendiri yang membuang mereka ke Babel oleh
karena dosa dan kebebalan mereka. Kemarahan Tuhan menjadi nyata manakala Ia
mendapati bahwa umatNya sendiri kini telah menjauh dari Dia. Pembuangan di
Babel dengan segala konsekuensi penderitaan adalah bentuk penghukuman Tuhan
atas bangsa pilihan Tuhan ini. Pembuangan di Babel adalah konsekuensi dari umat
Tuhan kala mereka tidak hidup setia dan dengar-dengaran kepada Tuhan. Babel
menjadi tempat penghukuman manakala umat Tuhan hanya memilih mendengarkan kata
hati sendiri . (Baca ayat 17).
Disaat-saat seperti inilah umat Tuhan sangat merindukan
penghiburan dan penerimaan kembali oleh Tuhan. Kehidupan yang mereka alami di
tanah pembuangan merupakan kehidupan yang jauh dari harapan mereka. Apakah
pengharapan umat Tuhan ini dijawab oleh Tuhan? Ya, dengan catatan. Mereka harus bertobat dan bertekad untuk hidup
bersama dengan Tuhan. Berita ini disampaikan oleh nabi Yesaya. “Bukalah,
bukalah persiapkanlah jalan, angkatlah batu sandungan dari jalan umatKu” (ayat
14). Ini merupakan ajakan pertobatan bagi umat Tuhan. Umat Tuhan tersandung
oleh perbuatan mereka sendiri. Dan kini batu sandungan itu harus dibuang dan
ditinggalkan.
Mengapa? Karena tanpa pengakuan dan pertobatan maka
pengampunan tidak akan teralami dan didapatkan. Sebaliknya manakala mereka
datang pada pengakuan akan keberdosaan mereka dan bertobat dari segala yang
mereka lakukan maka firman Tuhan berkata, ………..ayat 15 dan 16.
Dengan pengakuan dan pertobatan maka ada pengampunan. Dengan
pengampunan maka ada kehidupan baru. Baca
ayat 18 dan 19……
Pengalaman umat Israel yang akhirnya di buang di tanah Babel
menjadi pengalaman yang berharga dalam kehidupan kita sebagai orang percaya
masa kini. Ternyata penderitaan seringkali bukan hanya disebabkan oleh karena
kemiskinan dan tidak tercukupinya kebutuhan manusia. Tetapi penderitaan kerap
kali menjadi buah oleh karena kemakmuran yang tidak disikapi dengan bijak oleh umat Tuhan.
Terkadang orang percaya berpikir bahwa dengan kemakmuran, maka segala sesuatu
dapat diraih dan dengan kemakmuran, kehidupan dapat dijalani dengan cerah.
Kalau sebelumnya kebersamaan dan saling menghidupkan menjadi warna hidup tetapi
dengan kemakmuran bisa saja orang lebih mementingkan diri sendiri. Kalau sebelumnya,
Tuhan selalu yang menjadi utama dalam kehidupan namun dengan kemakmuran bisa
saja Tuhan menjadi yang sekunder atau pelengkap menjalani hidup.
Ternyata, kemakmuranpun dapat membuat orang percaya lupa diri, lupa
sesama bahkan lupa Tuhan. Pengalaman Israel telah menyaksikan kepada kita
bagaimana kehidupan mereka di tanah Kanaan lambat laun membuat mereka lupa
segala-galanya. Bahkan Tuhan tidak lagi dilihat sebagai Pengatur jalan hidup
mereka. Tuhan tergantikan dengan berbagai bentuk berhala, yang oleh firman
Tuhan disebut sebagai perzinahan. Akibatnya mereka harus menanggung penderitaan
itu di tanah pembuangan.
Namun Tuhan itu penuh kasih dan kemurahan. Ia tidak
membiarkan umatNya terus berada dalam penghukuman dan penderitaan. Ia membuka
lebar-lebar pintu maaf dan memberi pengampunan asalkan umatNya menyesal akan
perbuatannya dan mau bertobat.
Penyesalan dan pertobatan lahir dari sebuah kerendahan hati.
Tanpa kerendahan hati, penyesalan hanyalah sebuah topeng dan kemunafikan.
Itulah sebabnya Firman Tuhan berkata, “Aku bersemayam di tempat tinggi dan
ditempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati” .
Remuk dan Rendah Hati menunjuk pada penyesalan dan sadar diri dihadapan Tuhan.
Firman Tuhan mengajak dan mengingatkan kita bahwa
sesungguhnya Tuhan sangat mempedulikan kita. Apakah disaat kita senang apalagi
ketika kita mengalami kesusahan dan pergumulan. Namun yang harus kita ingat
adalah pengampunan dan damai sejahtera akan Ia berikan manakala kita datang
dalam pengakuan dosa dan bertekad untuk mengadakan pertobatan dan pembaharuan
hidup.
Menjalani kehidupan ini, bisa saja kita jatuh dalam kehidupan
yang menjauh dari Tuhan. Namun penting untuk diingat adalah marilah dengan
penuh kesadaran kita mengakuinya dihadapan Tuhan dan datang dalam pertobatan.
Selama kita angkuh dan tidak mengakuinya dihadapan Tuhan bahkan justru
mencari-cari jalan untuk membenarkan diri maka berita pengampunan dan damai
sejahtera itu tidak akan kita terima.
Kenyataan sering menyaksikan kepada kita, bagaimana orang
percaya dengan penuh kepercayaan diri ketika mengalami pergumulan, menganggap
bahwa dia tidak perlu menyesal dan mengaku dosa dan terus beranggapan bahwa
nantinya penderitaan akan berakhir dengan sendirinya. Kerendahan hati tidak ada
lagi melainkan keangkuhan dan kesombongan. Hal itu tidak ubahnya seperti orang
fasik (ayat 20).
Firman Tuhan mengingatkan bahwa betapa Tuhan akan menyayangi
dan merangkul kembali kita dan memberikan kehidupan yang penuh damai sejahtera
asalkan kita datang dengan penuh kerendahan hati kepadaNya.
Diawal khotbah tadi dikatakan bahwa disaat-saat yang penuh
kesulitan dan penderitaan, hal yang sangat dinanti setiap orang adalah
penghiburan dan penerimaan. Berita damai dan pengampunan. Itulah janji Tuhan
bagi orang percaya yang dengan penuh kerendahan mengaku dosa dan bertekad untuk
bertobat.
Kita percaya bahwa ketika kita kembali hidup bersama dengan
Tuhan , maka seperti syair sebuah lagu “Pelangi Sehabis Hujan”.Itulah yang akan kita alami dan nikmati.
Firman Tuhan ini kiranya akan terus mengingatkan, menguatkan
dan memampukan kita untuk hidup bersama Tuhan dalam hidup yang terus dibaharui
dan membaharui diri. Amin.
Terimakasih!
BalasHapusSunggu luar biasa pencerahan.terima kasih amang.
BalasHapusTrimakasi Pak...
BalasHapusTerima kasih amang....
BalasHapusHaleluya, Amen!
BalasHapusTerima kasih, Tuhan Yesus memberkati.
BalasHapus