Khotbah, Renungan Kristen, Bacaan Alkitab, Artikel, Berita

Senin, 14 Mei 2012

JALANI HIDUP BERSAMA TUHAN Bahan Bacaan : Bilangan 11:4-23


Bagian Alkitab ini mengetengahkan bagaimana perjalanan umat Israel ketika mereka keluar dari tanah Mesir, tanah perbudakan. Suatu perjalanan yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Bagi mereka mungkin perjalanan menuju Kanaan adalah perjalanan yang menyenangkan. Perjalanan dimana keadaan mereka tidak lagi berada dibawah kuasa tentara Mesir, mereka bisa mengatur hidup mereka sendiri. Mungkin bagi mereka perjalanan ke Tanah perjanjian tentunya tidak akan membuat mereka bosan dan pastinya perjalanan itu adalah perjalanan yang menjanjikan kemudahan dimana keinginan mereka bisa terpenuhi. Tetapi ternyata yang mereka alami tidak seperti yang mereka harapkan dan bayangkan.

Dikisahkan, orang Israel mulai bersungut-sungut dan menggerutu. Mereka mulai mengeluh dengan keadaan yang mereka hadapi. Sungut-sungut bukan karena jarak tempuh dari Mesir ke Kanaan yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Menggerutu bukan disebabkan oleh karena kelelahan ditengah perjalanan. Tetapi mereka bersungut-sungut dan menggerutu soal perut mereka. Bukan perut yang lapar melainkan karena kerakusan dan keserakahan untuk makan daging. Rupanya orang Israel terhasul oleh orang-orang bajingan, orang-orang yang ikut serta dengan orang Israel dalam perjalanan ini.
Orang Israel sangat bernafsu untuk makan daging. Lapar daging membuat mereka bersungut-sungut. Dan mereka sepertinya menyesal dengan perjalanan yang dituntun Tuhan ini. Bagi mereka, lebih baik mereka masih tinggal di Mesir karena bisa makan makanan yang sesuai dengan keinginan mereka.

Makanan Manna yang diberikan Tuhan bagi mereka selama dalam pengembaraan ini sepertinya tidak memuaskan mereka. Bahkan ketidakpuasan ini membuat mereka menangis. Ini menunjukkan bagaimana kuatnya keinginan bangsa Israel untuk menikmati makanan yang melebihi Manna. Makanan tidak dilihat sebagai kebutuhan pokok untuk menopang tubuh yang lelah, lemah dan menunjang untuk aktivitas manusia tetapi ternyata hanya dilihat sebagai sejauh mana bahan yang dimakan itu memenuhi selera lidah.
Disini kita melihat bahwa ternyata kerakusan dan keserakahan dapat menyeret dan mengantar umat Tuhan untuk melupakan Tuhan, bahkan lebih fatal lagi mempersalahkan Tuhan yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Mencermati keadaan ini Musa yang adalah pemimpin umat saat itu menjadi stress dan tak berdaya. Dalam ayat 11-15 kita mendapati bagaimana Musa mengira bahwa ia ditinggalkan Tuhan dalam menata dan mengatur umat Tuhan ini. Musa merasa tidak mampu lagi bahkan ia berpikir bahwa Tuhan memberikan beban yang sangat berat baginya. Apalagi kini mereka menuntut sesuatu yang sepertinya sulit untuk diberikan. 

Kemudian Tuhan menyuruh Musa untuk mengumpulkan 70 orang tua-tua Israel yang nantinya mendampingi dan membantu Musa mengatur bangsa ini. Pengangkatan 70 orang ini dimaksudkan Tuhan agar Musa tidak bekerja sendirian melainkan bersama dengan orang-orang ini untuk dapat memimpin orang Israel. Dan akhirnya Tuhan mendengar keluhan dan gerutu bangsa ini sekalipun keluhan dan gerutu ini sebenarnya merupakan dosa dan kekejian di mata Tuhan. Tuhan menjawab mereka. Tetapi perlu diingat bahwa jawaban Tuhan atas keinginan mereka sesungguhnya adalah hukuman Tuhan juga atas mereka.

Kepada Musa Tuhan berjanji akan memberikan bangsa ini makan daging yang bukan hanya satu hari atau lima atau sepuluh atau duapuluh hari saja tetapi sebulan penuh mereka akan makan daging sampai-sampai makanan itu keluar dari hidung mereka dan sampai mereka muak. Itulah hukuman Tuhan bagi bangsa ini. Dan yang menarik pula dari kisah ini ialah manakala Tuhan berjanji akan memberikan makanan daging bagi bangsa ini, Musa seperti ragu dengan janji ini. Bagi Musa bagaimana mungkin bangsa yang banyak ini dapat memperoleh daging untuk di makan. Mungkin Musa mulai menghitung keadaan bangsa ini. Ada 600.000 orang pejalan kaki (ay. 21), mungkin belum yang naik kuda atau kereta, belum lagi anak-anak. Bila orang sebanyak itu makan tiga kali dalam sehari apakah cukup?. Berapa ekor lembu sapi dan kambing domba yang diperlukan bagi mereka?. Bagi Musa mungkin ini hal yang tidak masuk akal. Tetapi apa jawaban Tuhan? Dalam ayat 23 Tuhan menjawab Musa “Masakan kuasa Tuhan akan kurang untuk melakukan itu?”.
Saya membayangkan dialog yang terjadi antara Musa dan Tuhan saat itu. Ketika Musa bertanya dengan penuh keraguan kepada Tuhan, mungkin Tuhan berkata, “Wah,…Musa!?, masakan engkau tidak yakin dengan kuasaKu?”.. Dan mungkin saat mendengar itu, wajah Musa langsung merah padam dan tertunduk malu kemudian berlalu dari hadapan Tuhan.

Dari bagian Alkitab ini, Firman Tuhan mengajak dan mengingatkan kita tentang beberapa hal,
Pertama, Perjalanan kehidupan orang percaya adalah perjalanan yang tidak pernah sepi dari berbagai pergumulan dan tantangan kehidupan. Tantangan tersebut yang menantang keberimanan kita bukan saja hanya datang dari luar diri dan hidup kita, tetapi juga ternyata tantangan yang lebih besar justru datang dari diri kita sendiri.
Ketika kesabaran dan ketabahan menggapai harapan dan cita-cita, tergantikan dengan kerakusan dan keserakahan maka disitulah awal kejatuhan kita. Ketika keinginan perut menguasai hati kita, maka biasanya nalar dan akal sehat tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Yang lebih fatal lagi adalah tidak jarang keinginan perut yang mengantar pada keserakahan akhirnya mendepak iman. Kita menggerutu dan mengeluh dan tidak mensyukuri pemberian Tuhan dalam hidup kita. Oleh karena keserakahan dan kerakusan, kita bisa saja lupa diri, lupa sesama bahkan lupa Tuhan sebagai pengatur dan pemberi hidup ini. Kita lupa bahwa kalaupun kita bisa hidup dan bisa makan sampai hari ini, itu semua karena pekerjaan Tuhan. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk bersyukur dengan setiap berkat yang diberikan Tuhan, entah menurut kita itu kecil ataupun besar. Manakala pemberian Tuhan dalam hidup kita dinilai dengan rasa syukur maka tidak akan terlihat berkat Tuhan itu besar atau kecil.

Kedua, Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa ternyata kepemimpinan dalam komunitas orang percaya bukanlah kepemimpinan yang terpusat pada satu orang. Melainkan Tuhan memakai semua orang dengan talenta dan karunia yang ada untuk saling melengkapi satu dengan yang lain. Pengangkatan 70 orang tua-tua Israel yang membantu Musa menata kehidupan umat Tuhan menunjukkan hal itu. Disini kita dapati bahwa kehidupan dalam kebersamaan adalah warna hidup orang percaya.

Ketiga, Kita diingatkan bahwa manakala kita menjalani hidup ini dalam jerih dan juang kita, sekalipun mungkin kita harus berjumpa dengan berbagai tantangan dan pergumulan, pengalaman Musa yang memimpin bangsa Israel dalam koteks bacaan kita ternyata Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kita. Dia terus memperhatikan kita dan mengetahui apa yang kita butuhkan (Bnd Lukas 12:22-34). Dan Dia sangat mengerti dengan kemampuan dan ketidakmampuan kita. Kita dikuatkan untuk jangan sampai meragukan kuasa Tuhan. Kuasa Tuhan tidak kurang untuk menjawab kebutuhan kita. Tentunya kita tidak mau, Tuhan berkata kepada kita seperti ini, “Wah,…Rivay!?, masakan engkau tidak yakin dengan kuasaKu?”..
Kiranya Tuhan menguatkan dan terus memampukan kita menjalani hidup sebagai orang percaya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar